Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kau Cinta Padanya atau Cinta Pada Pemberiannya?

Entah berapa kali berungkap kata cinta nan romantis antara sepasang manusia dipenghujung jembatan tua itu. Mereka sejak subuh hingga petang masih bermesraan. Seolah - olah jembatan tua itu hanya miliknya berdua. Lalu lalang orang disekelilingnya hanyalah seperti daun daun kelapa yang melambai lambai tertiup angin laut. Riuh obrolan orang-orang disamping telinganya bak kicauan burung nan merdu yang menambah suasana sahdu. Lelaki itu sungguh memanjakan dan memberi apa apa yang disenangi oleh sang perempuan.

Sekarang, petang semakin bergelimang. Warna langit pun berubah, karena matahari bersemangat mengalihkan senyumnya kepada wajah bumi yang lain. Sepasang manusia itu beranjak menuju ruang tanpa nama, mereka memadu kasih hingga pada puncaknya sang lelaki memperoleh berlian. Lelaki itu puas. Dia senang. Namun, dia tak mampu lagi mengeluarkan kata kata dan romantisme seperti sebelumnya. Tiba tiba dia mulai kehabisan akal. Kehabisan cara untuk bercumbu rayu, karena hormonnya telah terhenti setelah memperoleh apa yang diinginkan. Hasratnya telah terpenuhi, tujuannya telah dicapai. Romantismenya hilang, dan biasanya akan kembali romantis ketika perolehannya itu sudah mulai habis atau muncul hasrat baru yang lainnya.

Mungkin yang ada selama ini, membangun romantisme-nya tidak ditujukan  untuk yang sang pemberi, melainkan fokus untuk memperoleh pemberiannnya. Jadi seolah olah romantismenya sekadar alat untuk memperoleh apa yang diinginkan atau sebatas ritus penghantar nafsu belaka.

Baiknya, tetap fokus menjaga keromantisan kepada sang pemberi, bukan fokus pada wujud pemberiannya. Diberi atau tidak diberi tetap saja cinta dan konsisten menjaga keromantisan  perbuatan baik di muka bumi. Bukan sregep  dan baik ketika membutuhkan saja.

Jikalau pada suatu hari nanti gambaran ini ditarik pada dimensi yang lain, dan muncul pertanyaan "Kau cinta pada-Nya atau cinta pada pemberian-Nya?"

Sungguh pertanyaan sederhana namun membutuhkan jawaban dengan konsekuensi nyata. Tentunya jawabannya beragam dan luas sesuai dengan maqam-nya masing masing. Semoga selalu terbangun romantisme cinta kepada-Nya, bukan cinta kepada wujud pemberian-Nya semata. (Aa)

Ali Arifin
Kudus, 22 Juni 2018
ali arifin, demak, sastrawan demak, budayawan demak, puisi demak, penulis demak, sinemak, sinematografi demak, sinema demak, komunitas sinema demak, maiyah demak, maiyah kalijagan, pemuda demak, tokoh pemuda demak